Kamis, 23 Februari 2012



Satu moment di satu hari

Jam 9 pagi tepat, memang waktunya Tukang Sayur langganan kami mampir di halaman sekolah , jadi idola dia , di kerubuti Ibu Ibu, semua manggil manggil namanya, hmmm.. benar benar jadi pemeran utama dia.

"Kentang berapa mang..?" Ibunya Nadya nanya si mang sambil memilih milih sayuran, belum sempet di jawab, Mamahnya Wulan menyela
"Bawang merah berapa...?"
"Masih sama dengan yang kemarin Bu.."Mang tukang Sayur dengan sabar menjawab, Ibu Ibu ini memang sahabat dan andalannya makanya dia sabar banget meski Ibu Ibu cerewet bersaing sama Anak Anaknya .. hehe

"Hmm, Bapanya Anak Anak mana tahu , harga sayuran mahal mahal, tahunya dia makan harus enak aja " Bu Haris menggerutu sambil memilih Wortel.
" Iya benar sedangkan uang bulanan ga pernah naik naik, kita yang pusing , makanya jadi mudah emosi kita.." Bu Lila menimpali dengan nada mulai tinggi
Si Mang tukang Sayur cuma bisa nyengir kuda tanpa berani komentar, dah menyangkut gender pikir dia, cari aman deh ..

"Sumpah, kalau aku di penuhi semua kebutuhan sehari hari oleh Bapanya Anak Anak, aku akan jadi istri Sholehah deh, nurut, patuh,kalau perlu aku jilatin kakinya apa apa aku layani deh, ini mah gimana mau melayani emosi tinggi terus, kebutuhan banyak uang minim .. darah naik jadinya.." Bu Hani ngomel panjang lebar .

dan aku tersedak ..
tertawa tertahan, Ibu Ibu yang lain pada ketawa tapi setuju dengan omelan Bu Hani.

Aku jadi teringat Si Cimot kucing putih milik kami yang telah tiada,
ada saat saat kebersamaan kami yang begitu indah, kami makan maka Si Cimot pun ikut makan di dekat kakiku, jika kami, aku dan anak anakku tidur maka Si Cimot pun ikut tidur bergelung di bawah tempat tidur.
lalu karena kesibukkan aku waktu itu, Si Cimot tak lagi terurus jarang ku gendong, makannya pun tak lagi bareng entahlah makan di mana dia sering aku lupa memberinya makan, tapi si Cimot tak pernah berubah , dia tetap tetap tidur di keset di bawah tempat tidur, tetap menyapaku saat aku pulang ke rumah dengan ngeongan yaang manja , tetap mengeluskan kepalanya ke kakiku, meski sering ku abaikan .
dia juga tetap berlari kencang saat ku panggil namanya di halaman saat di sedang main di rumah tetangga, mendatangiku dengan semangat lalu loncat ke pangkuanku saat aku jongkok menyambutnya.
Aku menangis sesegukan saat satu hari ku dapati Si Cimot sudah kaku di antar tetangga bulu putihnya penuh lumpur, kecebur kolam katanya, rasa bersalahku yang membuatlku menangis hampir seharian , Si cimot pasti hendak nangkap ikan di kolam karena dia lapar...

dia tidak pernah meminta
dia tidak pernah mengeluh
dia juga tidak pernah protes padaku
terlebih dia tak pernah meninggalkanku
Cimot maafkan aku
padamu ada ketulusan tanpa syarat
membuatku selalu.terkenang padamu....

by camar putih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar